BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam
pergaulan kita sehari-hari, ada satu jenis bumbu pergaulan yang disebut
dengan ‘‘janji”. Janji sering
digunakan oleh orang yang mengadakan transaksi perdagangan, oleh politikus yang
tengah berkampanye, oleh orang yang memiliki hutang tetapi sampai waktunya dia
belum bisa memenuhinya, bahkan janji dilakukan pula oleh ibu-ibu kepada
anak-anaknya di saat mau pergi ke pasar tanpa mengajak mereka dengan maksud
agar si anak rela untuk tidak ikut ke pasar. Mereka begitu menganggap enteng
untuk mengucapkan janji.
Ujung-ujungnya,
ada di antara mereka yang konsisten dengan janjinya, sehingga dia berupaya
untuk memenuhi janjinya itu. Namun ada dan banyak pula di antara mereka yang
ingkar janji, sehingga membuat kecewa berat bagi orang yang mendapat janji
tadi.
Padahal Rasulullah Saw dengan tegas
mengatakan bahwa janji itu adalah hutang dan Allah SWT sendiri telah
mengingatkan melalui Al Quran surat Al Isra’ 34 bahwa janji itu harus ditepati,
karena janji itu akan dimintai pertanggungjawabannya.
Di dalam
makalah ini, sedikit kami jelaskan tentang tuntutan menepati janji. Kami
berharap dengan adanya makalah ini, semoga dapat membantu menghadapi berbagai
persoalan yang berkaitan dengan masalah ini.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Apakah pengertian dari janji?
2. Mengetahui macam-macam janji?
3. Apakah hukum memenuhi dan hukum
ingkar janji?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN JANJI
Janji menurut kamus umum bahasa Indonesia adalah
perkataan yang menyatakan kesediaan hendak berbuat sesuatu. Pengertian lain
janji adalah persetujuan antara dua pihak (masing-masing menyatakan kesediaan hendak berbuat sesuatu).[1]
Al-Qur’an, menggunakan tiga istilah
yang maknanya berjanji, yaitu :
1. wa’ada. Contohnya : Allah
telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan yang beramal saleh, (bahwa) untuk mereka
ampunan dan pahala yang besar
2. ahada. Contohnya : Dan
orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya
(Q.S.Al-Mu’minun ).
3. aqada. Contohnya : Hai
orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Aqad (perjanjian) di
sini mencakup janji prasetia hamba kepada Allah dan perjanjian yang dibuat oleh
manusia dalam pergaulan sesamanya.
Satu sifat
lagi yang hampir identik dengan dua sifat sebelumnya (shiddiq dan amanah)
adalah menepati janji. Menepati janji berarti berusaha untuk memenuhi semua
yang telah dijanjikan kepada orang lain di masa yang akan datang. Orang yang
menepati janji orang yang dapat memenuhi semua yang dijanjikannya. Lawan dari
menepati janji adalah ingkar janji. Menepati janji merupakan salah satu sifat
terpuji yang menunjukkan keluhuran budi manusia dan sekaligus menjadi hiasan
yang dapat mengantarkannya mencapai kesuksesan dari upaya yang dilakukan.
Menepati janji juga dapat menarik simpati dan penghormatan orang lain.
Rasulullah Saw. tidak pernah mengingkari janji dalam hidupnya, sebaliknya
beliauselalu menepati janji-janji yang pernah dilontarkan. Kita pun sebagai umat
Nabi sudahselayaknya meneladani beliau dalam hal menepati janji ini sehingga
kita selalu dipercaya oleh orang-orang yang berhubungan dengan kita.Dalam beberapa
ayat Al-Qur’an, Allah menegaskan kewajiban orang yang beriman untuk menepati
janji.
Janji memang
ringan diucapkan namun berat untuk ditunaikan. Betapa banyak orangtua yang
mudah mengobral janji kepada anaknya tapi tak pernah menunaikannya. Betapa
banyak orang yang dengan entengnya berjanji untuk bertemu namun tak pernah
menepatinya. Dan betapa banyak pula orang yang berhutang namun menyelisihi
janjinya. Bahkan meminta udzur pun tidak. Padahal, Rasulullah telah banyak
memberikan teladan dalam hal ini termasuk larangan keras menciderai janji
dengan orang-orang kafir. Manusia dalam hidup ini pasti ada keterikatan
dan pergaulan dengan orang lain. Maka setiap kali seorang itu mulia dalam
hubungannya dengan manusia dan terpercaya dalam pergaulannya bersama mereka,
maka akan menjadi tinggi kedudukannya dan akan meraih kebahagiaan dunia dan
akhirat. Sementara seseorang tidak akan bisa meraih predikat orang yang baik
dan mulia pergaulannya, kecuali jika ia menghiasi dirinya dengan akhlak-akhlak
yang terpuji. Dan di antara akhlak terpuji yang terdepan adalah menepati janji.
B. MACAM-MACAM
JANJI
Sayyid Ridha dalam Tafsir Al-Manar,
membagi janji itu ke dalam tiga bagian, yaitu : janji kepada Allah janji kepada
diri sendiri janji kepada sesama manusia. Bagi kita insan beriman,
ketiga-tiganya biasa kita lakukan :
1. Janji kita kepada Allah SWT.
Ketika
kita menjalankan shalat, pada doa iftitah kita mengucapkan :
Sesungguhnya shalatku. ibadahku, hidup dan matiku, hanyalah untuk/milik Allah Tuhan Semesta Alam “.Ini adaiah merupakan janji manusia terhadap Allah yang harus ditepati. yakni dengan jalan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. yang menurut syari’ah dinamakan taat, karena manusia ataupun jin diciptakan manusia memang untuk beribadah kepada-Nya.
Sesungguhnya shalatku. ibadahku, hidup dan matiku, hanyalah untuk/milik Allah Tuhan Semesta Alam “.Ini adaiah merupakan janji manusia terhadap Allah yang harus ditepati. yakni dengan jalan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. yang menurut syari’ah dinamakan taat, karena manusia ataupun jin diciptakan manusia memang untuk beribadah kepada-Nya.
2. Janji Terhadap Diri Sendiri
Misalnya seorang mahasiswa
mengatakan, “Jika saya lulus ujianku, aku akan menyembelih kambing untuk
dibagikan kepada orang lain”.
Seorang yang sakit yang serius, kala itu dia mengucapkan Jika aku sembuh dari penyakitku, aku akan berpuasa tiga hari. “ Kedua hal itu merupakan janji manusia terhadap diri sendiri yang harus ditunaikan, yang dalam bahasa agama disebut dengan nadzar. Ini harus dilaksanakan karena Allah telah berfirman : “ …Dan hendaklah menyempurnakan (memenuhi) nazar mereka… “ (Q.S.Al Hajj 29). Tentu saja nadzar yang harus dipenuhi adalah nadzar yang yang tidak menyimpang dari syari’at agama Islam. Tapi misalnya ada orang yang mengatakan,’’Kalau saya lulus ujian, aku akan potong tangan ibuku.” itu haram dilaksanakan, karena manusia oleh Allah tidak diperkenankan untuk menyiksa diri sendiri ataupun orang lain.
Seorang yang sakit yang serius, kala itu dia mengucapkan Jika aku sembuh dari penyakitku, aku akan berpuasa tiga hari. “ Kedua hal itu merupakan janji manusia terhadap diri sendiri yang harus ditunaikan, yang dalam bahasa agama disebut dengan nadzar. Ini harus dilaksanakan karena Allah telah berfirman : “ …Dan hendaklah menyempurnakan (memenuhi) nazar mereka… “ (Q.S.Al Hajj 29). Tentu saja nadzar yang harus dipenuhi adalah nadzar yang yang tidak menyimpang dari syari’at agama Islam. Tapi misalnya ada orang yang mengatakan,’’Kalau saya lulus ujian, aku akan potong tangan ibuku.” itu haram dilaksanakan, karena manusia oleh Allah tidak diperkenankan untuk menyiksa diri sendiri ataupun orang lain.
3. Janji Terhadap Sesama Manusia
Ini banyak ragamnya. Ada yang
beijanji dengan seseorang untuk hidup semati, ada yang janji mau membayar
hutang setelah rumahnya laku terjual, ada yang janji memberangkatkan haji
kepada orang tuanya nanti setelah proyeknya seselai.dll seperti yang sudah kami
sebut.
Dan janji ini berlaku dalam berbagai
segi kehidupan, sejak dilingkungan keluarga, kehidupan dalam masyarakat hingga
urusan kenegaraan. Yang jelas, selagi orang bergaul dan saling membutuhkan dan
sementara apa yang dibutuhkan belum terwujud, maka janjilah yang dianggap
sebagai solusi sementaranya.
C. HUKUM
MEMENUHI JANJI
Pada dasamya segala janji yang baik
yakni janji yang tidak bertentangan dengan ajaran agama, wajib ditunaikan,
wajib dipenuhi. Namun boleh jadi hukum janji itu bisa berubah. Ini menurut
M.Yunan Nasution dalam khutbahnya, menjadi :
1. Sunnah memenuhinya. Artinya boleh
ditinggalkan. Misalnya orang yang berjanji untuk meninggalkan sesuatu yang
tidak diperintahkan agama. Misainya, sejak hari ini saya tidak akan makan sambal.
2.
Sunnah
tidak memenuhinya. Contohnya seperti orang yang berjanji dan bersumpah akan
melakukan suatu perbuatan, misalnya jika saya lulus SLTA saya mau kursus
menjahit. Ternyata dia berubah pikiran untuk melanjutkan kuliah dan ternyata
diridhai orang tua. Maka kursus menjahitnya pun dibatalkan, karena melanjutkan
kuliah. Konsekuensinya dia harus membayar kafarat sumpahnya itu. yaitu puasa
kafarat 3 hari berturut- turut.
3.
Wajib
tidak memenuhi janjinya. Yakni janji untuk berbuat jahat.
D. HIKMAH
MENEPATI JANJI
Ketika semua orang, apa pun status,
profesi dan pekerjaannya senantiasa menepati janji yang telah diikrarkannya,
maka kehidupan ini akan damai dan indah. Saling percaya, menghormati, dan
mengasihi akan merebak di semua sisi kehidupan manusia. Semoga Allah SWT
memberi kemampuan kepada kita untuk menjadi orang-orang yang senantiasa
menepati janji sebagai wujud ketaatan kepada Allah SWT. Serta dapat
memuliakan dan membina jalinan antar sesama. Beberapa hikmah menepati janji
yaitu:
1. Dengan menepati janji, kita
terhindar dari sifat munafik. Sebab, perilaku orang
yang munafik salah satunya adalah ingkar janji.
2. Dengan menepati janji dapat menjadi
jalan untuk masuk surga Firdaus. Surga Firdaus ini hanya diperuntukkan bagi
orang yang memiliki sifat-sifat baik.
3. Dengan menepati janji, kita
meneladani sifat Allah, yang tidak pernah mengingkari janji-Nya.
4. Dengan menepati janji, kita akan
dipercaya orang lain. Salah satu sifat Nabi SAW. yang mengantarkannya
dipilih Allah menjadi Nabi danRasul-Nya adalah
karena ia adalah orang yang tepercaya.
5. Dengan menepati janji, kita akan
menjadi pribadi yang berwibawa, tidak dilecehkan, dan akan mendapatkan
prasangka baik dari orang lain.
6. Dengan menepati janji kita akan
terhindar dari dosa besar dan akan meraih keutamaan. Mengingkari janji antara
sesama Muslim hukumnyaharam, sekalipun terhadap orang kafir,
lebih-lebih terhadap sesama Muslim. Jadi, memenuhi janji termasuk
keutamaan, sedangkan mengingkarinya dosa besar.
7. Dengan menepati janji, jalinan antar
individu akan terjalin harmonis dan semakin erat. Menepati janji merupakan
wujud dari memuliakan, menghargai, dan menghormati manusia.
8. Dengan menepati janji, kita
digolongkan menjadi golongan Nabi Muhammad SAW.
E. BAHAYA
INGKAR JANJI
Ingkar janji alias berbuat
kebohongan. Hampir setiap orang yang pernah berhubungan dengan orang lain kami
kira sudah pernah merasakan, betapa pahitnya dibohongi orang lain dengan ingkar
janji. Memang ingkar janji itu penuh dengan madharat, banyak sisi negatif yang
akan timbul akibat ingkar janji ini. Di antaranya :
1. Dengan mengingkari janji, orang itu
termasuk orang yang munafik. Sebab, perilaku orang yang munafik salah
satunya adalah ingkar janji.
2. Dengan mengingkari janji maka
semakin dijauhkan dari surga Firdaus. Sebab, surga Firdaus hanya
diperuntukkan bagi orang yang memiliki sifat-sifat baik.
3. Dengan mengingkari janji, tidak akan
dipercaya orang lain. Bahkan orang-orang terdekat pun juga tidak
akan percaya.
4. Dengan mengingkari janji, kita tidak
memiliki wibawa, sering dilecehkan, dan selalu mendapatkan prasangka buruk dari
orang lain
5. Dengan mengingkari janji, berarti
telah melakukan dosa besar.
6. Dengan mengingkari janji, jalinan
antar individu akan terputus bahkan bias saling bermusuhan. Jika orang yang
diingkari itu tidak rela, maka akan bereaksi dan timbul kemarahan. Jika marah
tak terkendali, bisa menimbulkan pertengkaran, perkelahian, bahkan bisa
menyebabkan pembunuhan.
7. Jika pemimpin ingkar janji terhadap
rakyatnya, maka bukan mustahil akan terjadi pemberontakan dan prahara di
negerinya. Jika periodenya habis, jangan harap bisa terpilih lagi sebagai
pemiumpin. Jika yang ingkar janji suatu perusahaan terhadap karyawannya. sering
menimbulkan demo yang bisa membangkrutkan perusahaan itu sendiri.
Allah SWT
akan mengutuk keras dan melaknat serta menimpakan bencana terhadap orang yang
ingkar janji, baik itu berjanji kepada Allah maupun berjanji terhadap saesama
manusia. Ingkar janji adalah merupakan indikasi orang munafiq, karena ciri-ciri
orang Munafiq adalah suka berdusta, suka ingkar janji dan suka mengkhianati
teman.
F. AYAT
TENTANG JANJI
Q.s Al-baqarah [2];40
بَنِىٓ
إِسْرَٰٓءِيلَ ٱذْكُرُوا۟ نِعْمَتِىَ ٱلَّتِىٓ أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَوْفُوا۟
بِعَهْدِىٓ أُوفِ بِعَهْدِكُمْ وَإِيَّٰىَ فَٱرْهَبُونِ
Hai Bani Israil,
ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah
janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya
kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk).[2]
Q.S Al-baqarah [2];177
لَّيْسَ ٱلْبِرَّ أَن تُوَلُّوا۟ وُجُوهَكُمْ
قِبَلَ ٱلْمَشْرِقِ وَٱلْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ ٱلْبِرَّ مَنْ ءَامَنَ بِٱللَّهِ
وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ وَٱلْمَلَٰٓئِكَةِ وَٱلْكِتَٰب
وَٱلنَّبِيِّۦنَ وَءَاتَى ٱلْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ ذَوِى ٱلْقُرْبَىٰ
وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينَ وَٱبْنَ ٱلسَّبِيلِ وَٱلسَّآئِلِينَ وَفِى
ٱلرِّقَابِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ
وَٱلْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَٰهَدُوا۟ ۖ وَٱلصَّٰبِرِينَ فِى ٱلْبَأْسَآءِ
وَٱلضَّرَّآءِ وَحِينَ ٱلْبَأْسِ ۗ أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ صَدَقُوا۟ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُتَّقُونَ ِ
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu
kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah,
hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta
yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan
orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang
sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah
orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.[3]
Q.S Ali-imran [3];76
بَلَىٰ
مَنْ أَوْفَىٰ بِعَهْدِهِۦ وَٱتَّقَىٰ فَإِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُتَّقِينَ
(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang
dibuat)nya dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertakwa.[4]
G. PENAFSIRAN AYAT
1.
Q.s Al-baqarah (40)
Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada kaum bani israil
untuk memenuhi janji mereka yang telah mereka nyatakan dalam jiwa mereka yaitu
mengikuti tuntutan Allah SWT dan tutntunan nabi-nabi yang diutus oleh Allah SWT
niscaya jika mereka memenuhi janji itu maka Allah SWT akan memenuhi janjinya
pula yaitu keselamatan dan kesejahteraan hidup didunia serta ganjaran surga
diakhirat nanti. Janji mereka kepada Allah anatara lain tunduk dan patuh kepada
Allah, mempercayai rasul-rasul yang diutus-Nya, termasuk mengakui dan membela
nabi Muhammad SAW.
2.
Q.s Al-baqarah
(177)
Ayat ini bermaksud menegaskan bahwa kebajikan yang
sempurna ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat,
kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan
orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan
shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia
berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan.
3.
Q.S Ali-imran (76)
Dalam ayat ini menegaskan bahwa siapaun yang menepati
janjinya, antara lain dengan menunaikan amanah secara sempurna, dan bertakwa
yakni mengindahkan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, maka
sesungguhnya Allah mencintainya, karena Allah mencintai orang-orang yang
bertakwa, yakni menyukai amal-amal mereka sehingga bila mereka mengamalkannya,
maka Allah pun menyukai mereka.
H.
HADIS PENDUKUNG
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ: إِذَا
حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَا
“Tanda orang munafik itu tiga apabila dia berucap dia berdusta,
jika membuat janji dia mengingkari, dan jika diamanahi dia mengkhianati” (HR
Al-Bukhari no. 33 dan Muslim no. 59)
أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ
مُنَافِقًا خَالِصًا، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ
خَصْلَةٌ مِنْ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا: إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ، وَإِذَا
حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ
“Ada empat perkara, barangsiapa yang empat perkara
itu semuanya ada di dalam dirinya, maka orang itu adalah seorang munafik yang
murni dan barangsiapa yang di dalam dirinya ada satu perkara dari empat perkara
tersebut, maka orang itu memiliki pula satu macam perkara dari kemunafikan
sehingga ia meninggalkannya, yaitu: dan apabila diamanahi dia mengkhianati
apabila dia berucap dia berdusta, apabila membuat janji dia mengingkari dan
apabila bertengkar maka ia berbuat kecurangan.” (HR. Al-Bukhari no. 34 dan
Muslim no. 58)
لَا تُمَارِ أَخَاكَ وَلَا
تُمَازِحْهُ وَلَا تَعِدْهُ مَوْعِدًا فَتُخْلِفَهُ
“Janganlah
membantah saudaramu, jangan bergurau dengannya dan jangan pula engkau menjanjikannya suatu janji lalu engkau
mengingkarinya.” (HR. At-Tirmidzi no. 1918)
A.
KESIMPULAN
1. Janji menurut Kamus umum Bahasa
Indonesia adalah perkataan yang menyatakan kesediaan dan kesanggupan untuk
berbuat. Pengertian lain menyebutkan, bahwa yang disebut dengan janji
adalah pengakuan yang mengikat diri sendiri terhadap suatu ketentuan yang harus
ditepati atau dipenuhi.
2. Sunnah memenuhinya. Artinya boleh
ditinggalkan. Misalnya orang yang berjanji
untuk meninggalkan sesuatu
yang tidak diperintahkan agama. Misainya, sejak hari ini saya tidak akan makan
cabai. Sunnah tidak memenuhinya. Contohnya seperti orang yang berjanji dan
bersumpah akan melakukan suatu perbuatan, misalnya jika saya lulus kuliah saya
mau kerja dibank. Ternyata dia berubah pikiran untuk jadi dosen dan ternyata
diridhai orang tua. Maka pekerjaan jadi pegawai bank dibatalkan, karena memilih
kerja jadi dosen. Konsekuensinya dia harus membayar kafarat sumpahnya itu.
yaitu puasa kafarat 3 hari berturut- turut.
3. Wajib tidak memenuhi janjinya. Yakni
janji untuk berbuat jahat.
B. SARAN
Seharusnya
kita sebagai umat muslim harus lebih berhati-hati dalam berjanji. Karena janji
adalah hutang sampai matipun itu akan tetap ditagih. Maka dari itu, apabila
kita memang tidak mampu menepati janji hendaknya tidak usah mengatakan janji.
Sebab Allah sangat membenci orang-orang yang berbohong ( mengingkari janji )
dan itu merupakan salah satu ciri dari orang yang munafik.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad
Mustofa Al-maragi,
Tafsir Al-maragi
(semarang : CV.Toha putra semarang, 1992) cet 2, hlm.51
ibid,
hlm. 364
ibid,
hlm. 118
Shihab,
M.Quraish, Tafsir Al-mishbah
Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an (ciputat : lentera
hati, 2000), vol 1, hlm. 165
W.J.S
poerwadarmita, kamus umum bahasa Indonesia (Jakarta : balai pustaka, 2011), Cet.
10, hlm.469